Kamis, 24 Februari 2011

RUBELLA (CAMPAK JERMAN)

A. Patofisiologi
Penularan virus rubella melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Infeksi terjadi melalui mukosa pencernaan bagian atas. Replikasi virus mula-mula dapat terjadi di saluran pernafasan diikuti dengan perkembangbiakan dalam kelenjar getah bening servikal. Viremia timbul setelah 5-7 hari dan berangsung hingga timbul antibodi pada sekitar hari ke-13 hingga ke-15. Timbulnya antibodi berbarengan dengan timbulnya ruam. Setelah timbul ruam, virus hanya dapat tetap dideteksi dalam nasofaring.
Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk dapat terjadi viremiafetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30-50 % dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10%. Dengan demikian bayi-bayi tersebut merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut
B. Tanda Dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala Infeksi rubella dimulai dengan adanya demam ringan selama 1 atau 2 hari (99 - 100 Derajat Fajrenheit atau 37.2 - 37.8 derajat celcius) dan kelenjar getah bening yang membengkak dan perih, biasanya di bagian belakang leher atau di belakang telinga. Pada hari kedua atau ketiga, bintik-bintik (ruam) muncul di wajah dan menjalar ke arah bawah. Di saat bintik ini menjalar ke bawah, wajah kembali bersih dari bintik-bintik. Bintik-bintik ini biasanya menjadi tanda pertama yang dikenali oleh para orang tua. Ruam rubella dapat terlihat seperti kebanyakan ruam yang diakibatkan oleh virus lain. Terlihat sebagai titik merah atau merah muda, yang dapat berbaur menyatu menjadi sehingga terbentuk tambalan berwarna yang merata. Bintik ini dapat terasa gatal dan terjadi hingga tiga hari. Dengan berlalunya bintik-bintik ini, kulit yang terkena kadangkala megelupas halus. Gejala lain dari rubella, yang sering ditemui pada remaja dan orang dewasa, termasuk: sakit kepala, kurang nafsu makan, conjunctivitis ringan (pembengkakan pada kelopak mata dan bola mata), hidung yang sesak dan basah, kelenjar getah bening yang membengkak di bagian lain tubuh, serta adanya rasa sakit dan bengkak pada persendian (terutama pada wanita muda). Banyak orang yang terkena rubella tanpa menunjukkan adanya gejala apa-apa. Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom rubella bawaan, yang potensial menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang tumbuh. Anak yang terkena rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi mengalami keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung dan mata, tuli, dan problematika hati, limpa dan sumsum tulang.
Penularan Virus rubella menular dari satu orang ke orang lain melalui sejumlah kecil cairan hidung dan tenggorokan. Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trisemester I. mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trisemester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis. Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai timbul gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari. IG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga masa inkubasi dapat memperpanjang masa inkubasi.
Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :
1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :
a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.
b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.
c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.
d. Retardasi mental dan beberapa kelainan lain antara lain:
e. Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )
f. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain
2. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).
3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.
C. Insidensi Dan Prevalensi
Saat ini, sebagian besar infeksi rubella terjadi pada pria-wanita dewasa usia muda dan bukan pada anak-anak. Munurut fakta, para ahli memperkirakan bahwa 10% anak muda saat ini rentan terhadap rubella. Hal ini memicu bahaya laten yang mungkin akan berdampak pada anak-anak yang akan mereka miliki di masa datang. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-anak dibawah umur 15 bulan. Sebelum dilakukan imunisasi massal mulai tahun 1969, di Amerika terjadi epidemi rubella tiap 6 – 9 tahun dengan epidemi terakhir pada tahun 1964 dengan perkiraan sebanyak lebih dari 20.000 kasus sindroma rubella kongenital dan 11.000 kasus keguguran. Insidens tertinggi adalah pada umur 5 – 9 tahun sebanyak 38,5 % dari kasus pada tahun 1966-1968. Meskipun insiden rubella turun sampai 99 % antara 1966-1968, 32 % dari semua kasus terjadi pada umur 15-29 tahun. Tanpa imunisasi, 10 % - 20% populasi di Amerika dicurigai terinfeksi rubella.
Di Amerika Serikat data prospektif dari CPRS (Collaborative Periatal Research Study) menunjukkan bahwa sebagai akibat epidemi tahun 1964-1965, 30.000 anak menderita rubella yang didapat kongenital. Dalam epidemik ini 3,6% wanita hamil terinfeksi dibandingkan dengan angka infeksi 0,1 – 0,2 % dalam tahun tidak epidemik. Jumlah kasus sindroma rubella kongenital yang dilaporkan turun sampai 99 % sejak tahun 1969. Setelah penurunan yang tajam dari insiden sindroma rubella kongenital, insiden mendatar sekitar 0.05 per 100.000 kelahiran hidup selama 10 tahun terakhir karena infeksi rubella tetap berlanjut pada wanita usia subur. Bila semua wanita ini telah divaksinasi (idealnya) insiden sindroma rubella kongenital pasti akan turun sampai nol.
KLB yang berkepanjangan timbul pada populasi anak sekolah diantara 2-5% dari mereka yang gagal membentuk antibodi; tidak terjadi serokonversi setelah mendapat vaksinasi I dosis. Sejak jadwal imunisasi 2 dosis diterapkan, insidensi campak telah menurun, pada level yang sangat rendah dan data terakhir menunjukkan adanya pemutusan rantai penularan endogenous di Amerika Serikat. Di sebagian besar negara-negara Amerika Latin, pemberian vaksin campak sebagai tambahan pada saat kampanye Pekan lmunisasi Nasional (PIN) memberikan hasil, hampir tejadi eliminasi campak dinegara tersebut. Pada tahun 1994, negara-negara Barat menetapkan target eliminasi campak dicapai pada akhir tahun 2005.
D. Imunisasi
Vaksin campak yang mengandung virus yang dilemahkan adalah vaksin pilihan digunakan bagi semua orang yang tidak kebal terhadap campak, kecuali ada kontraindikasi. Pemberian dosis tunggal vaksin campak hidup (live attenuated) biasanya dikombinasikan dengan vaksin hidup lainnya (mumps. rubella), dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin yang diinaktivasi lainnya atau bersama-sama toksoid; dapat memberikan imunitas aktif pada 94-98% individu-individu yang rentan, kemungkinan kekebalan yang timbul dapat bertahan seumur hidup, kalaupun terjadi infeksi maka bentuk infeksinya sangat ringan atau infeksi tidak nampak dan tidak menular. Dosis kedua vaksin campak dapat meningkatkan tingkat kekebalan sampai 99%. Sekitar 5-15% dari orang setelah divaksinasi menunjukkan gejala kelesuan dan demam mencapai 39.4°C (l03°F). gejala ini muncul antara 5-12 hari setelah diimunisasi, biasanya akan berakhir setelah 1-2 hari, namun tidak begitu mengganggu. Ruam, pilek, batuk ringan dan bercak Koplik kadang-kadang juga dapat timbul. Kejang demam dapat pula timbul, namun sangat jarang dan tanpa menimbulkan gejala sisa. Insidensi tertinggi terjadinya kejang demam adalah pada anak-anak dengan riwayat atau keluarga dekat (orang tua atau saudaranya) mempunyai riwayat kejang demam. Ensefalitis dan ensefalopati pernah dilaporkan terjadi setelah diimunisasi campak (kejadiannya kurang dari 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan). Di Indonesia kejadian-kejadian seperti ini dipantau oleh Pokja KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi). Untuk mengurangi jumlah kegagalan pemberian vaksin, di Amerika Serikat jadwal rutin pemberian vaksin campak 2 dosis, dengan dosis awal diberikan pada umur 2-15 bulan atau sesegera mungkin setelah usia itu. Dosis kedua diberikan pada saat masuk sekolah (umur 4-6 tahun) namun dapat juga dosis kedua ini diberikan sedini mungkin, 4 minggu setelah dosis pertama dalam situasi dimana risiko untuk terpajan campak sangat tinggi. Kedua dosis diberikan sebagai vaksin kombinasi MMR (measles, mumps dan rubella). Imunisasi rutin dengan MMR pada umur 12 bulan penting dilakukan di wilayah dimana timbul kasus campak. Selama terjadi KLB di masyarakat, usia yang direkomendasikan untuk imunisasi menggunakan vaksin campak monovalent dapat diturunkan menjadi 6-11 bulan. Dosis kedua vaksin campak kemudian diberikan pada umur 12-15 bulan dan dosis ketiga pada waktu masuk sekolah. Dari hasil penelitian di Afrika dan Amerika Latin menunjukkan bahwa umur optimal untuk diimunisasi di negara berkembang sangat tergantung pada antibodi maternal yang masih bertahan pada bayi dan tingkat risiko terpajan campak pada umur yang lebih muda. Secara umum WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada umur 9 bulan. Di Amerika Latin, PAHO (Pan American Health Organization) sekarang merekomendasikan pemberian imunisasi rutin pada umur 12 bulan dan pemberian imunisasi tambahan secara berkala pada kampanye Pekan Imunisasi Nasional untuk mencegah terjadinya KLB.
1. Penyimpanan dan pengiriman vaksin: Imunisasi bisa tidak memberikan perlindungan apabila vaksin tidak ditangani atau disimpan dengan benar. Sebelum dilarutkan, vaksin campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C; 35,6-46,4°F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan jangan dipakai ulang. Baik vaksin beku-kering atau yang sedang dipakai dilapangan harus dilindungi dari sinar ultraviolet yang lama karena dapat menyebabkan virus menjadi tidak aktif.
2. Imunisasi ulang: Di Amerika Serikat sebagai tambahan terhadap imunisasi rutin imunisasi ulang diberikan pada anak-anak yang baru masuk sekolah, imunisasi ulang diperlukan lagi bagi anak-anak yang memasuki SMA, bagi mereka yang akan masuk perguruan tinggi atau kepada mereka yang akan masuk ke fasilitas perawatan penderita, kecuali bagi mereka yang memiliki riwayat pemah terkena campak atau ada bukti serologis telah memiliki imunitas terhadap campak atau telah menerima 2 dosis vaksin campak. Bagi mereka yang hanya menerima vaksin campak yang telah diinaktivasi, imunisasi ulang dapat menimbulkan reaksi lebih berat seperti bengkak lokal dan indurasi, limfadenopati dan demam, namun mereka akan terlindungi terhadap sindroma campak atipik.
3. Kontra indikasi penggunaan vaksin virus hidup :
a. Vaksin yang mengandung virus hidup tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit defisiensi imunitas primer yang mengenai fungsi sel T atau defisiensi imunitas yang didapal karena leukemia, limfoma, penyakit . keganasan lain atau terhadap mereka yang mendapatkan pengobatan dengan kortikosteroid, radiasi, obat-obat alkilating atau anti metabolit, infeksi oleh HIV bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak. Di Amerika Serikat imunisasi MMR dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada orang dengan infeksi HIV asimptomatis tanpa bukti adanya supresi imunologis yang berat. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi campak kepada semua bayi dan anak-anak dengan mengabaikan status HIV-nya, sebab risiko untuk terkena campak yang berat pada anak-anak itu lebih besar.
b. Penderita dengan penyakit akut yang berat dengan atau tanpa demam, pemberian imunisasi ditunda sampai mereka sembuh dari fase akut penyakit yang diderita; penyakit ringan seperti diare atau ISPA bukan merupakan kontra indikasi.
c. Orang dengan riwayat hipersensivitas anafilaktik terhadap pemberian vaksin campak sebelumnya, mereka yang sensitif terhadap gelatin atau neomisin, tidak boleh menerima vaksin campak. Alergi terhadap telur, meskipun bila terjadi anafilaktik tidak dianggap sebagai kontra indikasi.
d. Kehamilan. Secara teoritis vaksinasi tidak diberikan pada wanita hamil; mereka diberi penjelasan tentang risiko teoritis kemungkinan terjadi kematian janin apabila mereka menjadi hamil dalam waktu 1 bulan setelah mendapat vaksin campak monovalen atau 3 bulan setelah mendapat vaksin MMR.
e. Vaksinasi harus diberikan paling lambat 14 hari sebelum pemberian IG atau sebelum transfusi darah. IG atau produk darah dapat mengganggu respons terhadap vaksin campak dengan lama waktu yang bervariasi tergantung daripada dosis IG. Dosis yang biasa diberikan untuk Hepatitis A dapat. mengganggu respons terhadap vaksin selama 3 bulan; dosis IG yang sangat besar yang diberikan melalui intra vena dapat mengganggu respons terhadap vaksin sampai selama 11 bulan .
E. Kerentanan Dan Kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi virus rubella setelah kekebalan pasif yang didapat melalui plasenta dari ibu hilang. Imunitas aktif didapat melalui infeksi alami atau setelah mendapat imunisasi; kekebalan yang didapat biasanya permanent sesudah infeksi alami dan sesudah imunisasi diperkirakan kekebalan juga akan berlangsung lama, bisa seumur hidup, namun hal ini tergantung juga pada tingkat endemisitas. Di AS, sekitar 10% dari penduduk tetap rentan. Bayi yang lahir dari ibu yang imun biasanya terlindungi selama 6-9 bulan,tergantung dari kadar antibodi ibu yang didapat secara pasif melalui plasenta..
F. Tinjauan Epidemologi
1. Berdasarkan Man (Ciri Manusia)
a. Jenis Kelamin
Setiap orang boleh dikatakan peka terhadap campak dan dosis yang sangat kecil dari virus campak dapat membuat seseorang menjadi sakit. Campak yang terjadi pada wanita hamil dapat menggangu kehamilannya sehingga dapat terjadi abortus.
b. Umur
Sebagian besar penderita campak adalah anak-anak, sedangkan orang dewasa pada umumnya sudah menderita penyakit ini di masa kanak-kanaknya. Jika epidemi campak berlangsung dalam waktu lama sesudah epidemi campak yang terakhir, orang-orang dewasa dapat terserang penyakit ini. Bayi yang baru lahir dapat menderita penyakit campak ini bersamaan dengan ibunya yang sedang sakit.
c. Ras, ekonomi dan sosial
Kerentanan wanita timbul bervariasi dan tergantung atas ras kelas, sosial dan masyarakat. Di Inggris dan Amerika Serikat sebelum imunisasi tersedia, kira-kira 5-20% wanita usia subur tampak menjadi rentan terhadap rubella. Tetapi survei antibodi dalam kelompok tertentu, misal perawat pelajar, memperlihatkan bahwa sebanyak 40% mungkin rentan.
2. Berdasarkan Place (Tempat)
Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia.
3. Berdasarkan Time (Waktu)
Di daerah iklim sedang campak timbul terutama pada akhir musim dingin dan pada awal musim semi. Di daerah tropis campak timbul biasanya pada musim panas. Epidemi terjadi setiap 6-10tahun, dengan ledakan pandemik setiap 20-25 tahun. Sedangkan, di negara-negara dengan 4 musim, epidemi campak biasanya terjadi pada akhir musim dingin setiap 3 tahun sekali pada kelompok populasi besar, dan setiap 5-6 tahun sekali pada kelompok populasi kecil.
G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sakit
1. Menurut Triangle Epidemiologi
Menurut model triangle epidemologi faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit ditentukan oleh 3 faktor yaitu : aent, host dan environment.
a. Agent
Agent biotis penyakit flu burung adalah virus Rubella suatu virus RNA dari golongan Togavirus.
b. Host
c. Host pada penyakit campak jerman adalah manusia yang meliputi jenis kelamin, umur dan pertahanan tubuh.
• Petugas rumah sakit yang kontak dengan anak kecil yang menderita penyakit rubella
• Ibu hamil yang menderita penyakit rubella
• Bayi yang lahir dari ibu yang menderita rubella
d. Environment
Dalam penyakit campak, udara termasuk dalam lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi penularan penyakit ini.
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Cuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis kerja bagi tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan penderita rubella.
b. Gunakan pelindung diri (masker, pakaian kerja)
c. Imunisasi
d. Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup serta olahraga teratur.
2. Menurut The Wheil (model roda)
a. Lingkungan sosial
Kepadatan penduduk yang menyebabkan penyebaran penyakit lebih cepat.
b. Lingkungan fisik
• Infeksi nosokomial
• Kepadatan penduduk
• Perubahan musim (umumnya musim dingin)
c. Lingkungan biologis
Kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita penyakit rubella.
d. Manusia
• Daya tahan tubuh yang menurun
• Tidak mendapat imunisasi MMR sewaktu kecil
Faktor genetik penyakit rubella (bayi yang mendapat penyakit rubella dari ibu yang menderita rubella saat hamil/ CRS).
Prinsip pencegahan menurut teori the wheil yaitu dengan melakukan perbaikan lingkungan fisik, biologis, sosial. Masyarakat sebaiknya sadar akan kesehatan diri dan melakukan pencegahan dengan melakukan imunisasi secara teratur dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, diharapkan jika lingkungan bersih maka udara, tanah dan air tidak akan tercemari oleh virus rubella.
3. Menurut The Web of Caution
Teori The web of caution menyatakan bahwa penyakit terjadi bukan karena sebab, tapi mungkin karena proses sebab-akibat. Jadi, ada banyak faktor yang mempengaruhi atau ikut andil dalam terjadinya penyakit.
Pencegahan penyakit menurut teori the web of caution yaitu :
a. Cuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis kerja bagi tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan penderita rubella. Gunakan pelindung diri (masker, pakaian kerja)
b. Imunisasi
c. Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup serta olahraga teratur.
d. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
J. Prinsip Pencegahan Penyakit Menurut Clark
1. Promotion
a. Peningkatan gizi
b. Pemeliharaan kesehatan perorangan
c. Perbaikan sanitasi lingkungan
d. Pendidikan kesehatan masyarakat
e. Olahraga teratur
f. Rekreasi dan hiburan sehat
2. Specific Protection
a. Imunisasi
b. Wanita hamil yang belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit ini, harus menghindari kontak dengan penderita rubella, untuk menghindari tertularnya penyakit. Segera setelah melahirkan anak harus divaksinasi.
c. Bagi tenaga kesehatan dan orang yang rentan tertular penyakit ini, biasakan diri untuk mencuci tangan dan menggunakan alat pelindung diri. Cuci tangan dilakukan dibawah air mengalir dengan menggunakan sabun dan sikat selama kurang lebih 5 menit, yaitu dengan menyikat seluruh permukaan telapak tangan maupun punggung tangan.
3. Early diagnosis and prompt treatment
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala, misalnya bagi tenaga kesehatan yang potensial tertular dan menulari orang lain.
b. Pemeriksaan pada bayi baru lahir dan ibu yang mengalami rubella.
c. Penyediaan obat dan memberikan pengobatan yang tepat pada awal penyakit
4. Disability Limitation
a. Apabila ada wanita hamil yang beresiko mengidap penyakit rubella, segera datang ke dokter dan dokter tersebut mungkin akan menyediakan suntikan immuneglobulin (IG) jika wanita tersebut terjangkit virus tersebut. IG tidak menghilangkan penyakit rubella, tetapi IG dapat membantu dan meringankan gejala-gejala rubella erta mengurangi masalah setelah melahirkan. Akan tetapi, IG tidak dapat menghindari bayi yang dilahirkan dapat terhindar dari penyakit sindrom konginetal rubella. Dengan kata lain, IG dapat mengurangkan gejala rubella tetapi tidak dapat menghindari dari masalah teratogenik terhadap bayi.
b. Jangan melakukan pengobatan menurut aturan sendiri tetapi harus berdasarkan petunjuk dokter. Bila memang harus mengonsumsi obat 3 kali sehari maka harus dilakukan dengan baik. Bila ada gejala lain yang timbul, misalnya kejang-kejang atau sesak napas, segeralah berkonsultasi pada dokter.
c. Sebaiknya berikan makanan yang mudah dicerna seperti bubur nasi.
Hal ini untuk menghindari terjangkitnya infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Dianjurkan untuk memberikan makanan yang mudah dicerna selama sebulan kemudian sampai kondisinya benar-benar pulih.
d. Karena mudah menular lewat udara, sebaiknya anak campak campak dirawat di kamar sendiri agar tidak menularkan penyakitnya. Namun perlu diingat, jangan sampai terkesan kalau anak diisolasi, berikan mainan yang dapat menghibur agar dia tidak bosan.
e. Setiap anak yang sedang sakit butuh istirahat yang cukup. Anak campak jerman pun demikian, berikan waktu beristirahat secara maksimal.
f. Jangan biarkan bayi yang belum mendapat imunisasi campak berdekatan dengan penderita campak sampai penyakitnya benar-benar sembuh. Sangat mungkin virus campak akan menulari bayi.
g. Jaga tubuh anak agar tetap bersih sehingga dia tetap merasa nyaman. Boleh saja anak dimandikan atau dilap seluruh tubuhnya. Pendapat yang mengatakan kalau anak campak tidak boleh dimandikan adalah keliru karena bila tubuhnya kotor dan berkeringat akan menimbulkan rasa lengket dan gatal luar biasa. Dorongan menggaruk kulit yang gatal bisa menimbulkan infeksi berupa bisul-bisul kecil bernanah. Gunakan sabun bayi yang tak terlalu merangsang kulit dan gosoklah kulitnya perlahan. Sehabis mandi, keringkan dan taburi dengan bedak salycyl talc.
5. Rehabilitation
a. Diit TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
b. Menjaga ketahanan tubuh dengan makan multivitamin
c. Selama anak sakit dan dalam pemulihan sebaiknya kita memisahkan peralatan makan dan mandinya, seperti piring, gelas, sendok, handuk, sprai dan pakaiannya. Hal ini untuk menghindari terjadinya penularan lewat kontak tak langsung.


BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di paparkan, saya selaku tim penulis menarik kesimpulan bahwa dengan konsep epidemiologi memberikan kita pengetahuan tentang penyakit campak dan bagaimana cara mencegahnya mencegahnya.
Beberapa penjelasan materi di atas bahwasanya penyakit campak dapat di atasi bahkan dapat dihilangkan dari lingkungan tempat tinggal, sehingga derajat sehat dapat ditingkatkan.
B. Saran
Seluruh pihak masyarakat maupun pemerintah dapat bekerja sama dan ikut serta dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Bagi penyelenggara sistem kesehatan sebaiknya meningkatkan kinerjanya supaya dapat meningkatkan kesehatan masyarakat, lebih memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. Bagi masyarakat sebaiknya berperan aktif pada setiap kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA
Dick, George. 1995. Imunisasi dalam Praktik. Jakarta : Hipokrates.
Soedarto. 1996. Penyakit-penyakit infeksi di indonesia. Jakarta : Wudya Medika.
Anonim.[internet]http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/torch%E2%80%9Dmematikan%E2%80%9D/
Anonim.[internet]http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Rubela
Anonim.[internet]http://www.surveilans.org/general.php?tpl=en&id
Anonim.[internet]http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkb pk-gdl-res-1997-purwanto2c-2297-vaksinasi&q=penelitian+rubella
Anonim.[internet] www.tabloidnova.com

Tidak ada komentar: