Minggu, 05 Desember 2010

PERUBAHAN SISTEM TUBUH LANSIA

Aspek Kesehatan Gigi Pada Usia Lanjut

Meski ditakuti semua orang, namun masa lanjut usia (lansia) pasti datang. Lansia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang akan dikarunia usia panjang. Tandanya, ada perubahan anatomis, fisiologis, dan biomekanik di dalam sel tubuh sehingga mempengaruhi fungsi sel jaringan dan organ tubuh.
‘’Penuaan didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap penyakit dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya,’’
Tanda dan gejala penuaan antara lain, terjadi kemunduran biologis. Gejalanya, fisik mundur. Misalnya, mulut mulai mengendor. Wajah timbul garis-garis menetap dan keriput. Rambut beruban. Kehilangan gigi geligi. Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang. Mudah dan cepat lelah. Gerakan lamban dan tidak lincah. Juga kerampingan tubuh hilang.
Gejala lain,, terjadi kemunduran kemampuan kognitif. Misalnya, menjadi pelupa. Skor yang dicapai dalam tes intelegensia lebih rendah. Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
‘’Tapi, menjadi tua dapat mendatangkan suatu keuntungan karena dianggap lebih bijaksana dan berwibawa. Akibatnya, dipercaya melaksanakan berbagai tugas kemasyarakatan,’’
Menurut laporan Biro Sensus USA, peningkatan jumlah populasi lansian di Indonesia tahun 1990-2025 akan mencapai 414%. Ini merupakan angka tertinggi di dunia. Berdasarkan data kependudukan tahun 2003, jumlah lansia yang berusia lebih 60 tahun adalah 17.777.700 jiwa dari total populasi. Dan, ini akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Tahun 2000, Indonesia merupakan negara ke-4 dengan penduduk lansia terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Berbicara mengenai masalah kesehatan gigi pada lansia, putra pasangan Drs.H.A.Razak Yunus Petta Lallo/Hj Sitti Saadiah Dg Caya ini mengatakan, kehilangan gigi pada lansia merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas kesehatan lansia. Kehilangan gigi akan sangat berpengaruh terhadap penyerapan dan metabolisme zat gizi yang diserap oleh tubuh sehingga tubuh kekurangan gizi.
Kata Dharmautama, pada masa depan, perawatan gigitiruan (GT) akan lebih bervariasi dan rumit. Fakta menunjukkan, pasien cenderung menunda perawatan GT, sehingga timbul kesulitan dalam pembuatannya. Sebab, terjadi kerusakan yang lebih parah.
‘’Kesulitan ini sebagian dapat diatasi dengan pemasangan GT lepasan, GT jembatan maupundengan pemasangan implan. Meskipun demikian, kemunduran fisik yang kronis, emosi, dan kesehatan dapat melemahkan prognosis perawatan secara menyeluruh, jika perawatan kesehatan gigi dan mulut tidak dilakukan secara teratur,’’ ujarnya.
Perubahan morfologis dan fungsional yang terjadi pada lansia menyebabkan perlu penegakan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat. Beberapa faktor yang perlu diperhatian; faktor sistemik mencakup nutrisi, penyakit sistemik, perubahan neurofisiologis, perubahan mental. Faktor lokal meliputi:perubahan fisiologis rongga mulut, ‘’atropi alveolar ridge’, ‘’lesi mukosa rongga mulut’’, kebersihan ‘’rongga mulut’’.
Ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian pada perawatan gigi lansia dengan rencana perawatan pembuatan GT antara lain;
• Tidak semua gigi yang tersisa harus dicabut. Jangan paksakan untuk membuat GT penuh. Untuk mencabut sisa akar gigi pun perlu pertimbangan.
• Pasien yang telah lama memakai GT dan telah merasa nyaman dengan GT-nya sebaiknya tidak dipaksa membuat yang baru, hanya bila terlihat ada kelainan di mulut akibat GT tersebut.
• Pada lansia umumnya mengalami kemunduran dari organnya dan akan berpengaruh pada keberhasilan perawatan GT.
• Pasien lansia sering memperbesar masalah/keluhan, sehingga kita sering terkecoh jika kurang waspada. Untuk itu jangan terlalu banyak memberi janji muluk agar tidak mengecewakan pasien.
• Kondisi fisiknya telah lemah, untuk itu kunjungan dipersingkat tapi padat hasil.
• Jarak dimensi vertical (tinggi wajah dalam arah vertikal) pada lansia secara fisiologis selalu berkurang dengan bertambahnya usia, dan sifatnya ‘’irreversible’’; tapi jarak ‘’free-way space’’ bertambah (kira-kira 5-10 mm).
• Posisi antar-rahang harus ditetapkan secara cermat.
• Perbaikan GT yang longgar dilakukan setelah pemeriksaan klinis menunjukkan indikasinya.
• Ketidakstabilan emosi, banyak pasien mengajukan keluhan yang sebenarnya tidak ada.
• Penurunan kemampuan mendengar, melihat, mengingat, dan menangkap informasi akan menyulitkan komunikasi antara doktergigi dengan pasien.
• Koordinasi motorik yang rendah mengakibatkan penderita sulit membersihkan gigi dan rongga mulut, yang pada akhirnya berdampak pada kemunduran kesehatan gigi.
• Kekebalan tubuh yang menurun memungkinkan sel-sel mudah mengalami kerusakan, reaksi alergi, infeksi, serta proses penyembuhan yang lambat.
Sistem Gastrointestinal.
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, sensitifitas lapar menurun, asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun. Paristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi Absorbsi menurun. Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya aliran darah.
Sistem Genitourinaria.
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang (akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun, proteinria biasanya +1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Vesika urinaria otot-ototnya melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, VU sulit dikosongkan sehingga meningkatnya retensi urin. Pembesaran prostat ±75% pada pria usia 65 tahun keatas


B. Faktor yang mepengaruhi Kebutuhan Gizi pada Lansia
• Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong.
• Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit.
• Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
• Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
• Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.
• Penyerapan makanan di usus menurun.
V. Perubahan Anatomik pada Sistem Pencernaan (System Digestivus)
Rongga Mulut (Cavum Oris)
a. Gigi (Dente)s
• Atrial: Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah yang terus menerus. Dimensi vertikal wajah menjadi lebih pendek sehingga merubah penampilan /estetik fungsi pengunyah.
• Meningkatkan insiden karies terutama bagian leher gigi dan akar, karies sekunder di bawah tambalan lama.
• Jaringan penyangga gigi mengalami kemunduran sehingga gigi goyang dan tanggal.
b. Muskulus
Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga terjadi pergerakan yang tidak terkontrol dari bibir, lidah dan rahang orafacial dyskinesis.
c. Mukosa
Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap, dan kering.
d. Lidah (Lingua)
Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka ter¬jadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin. Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian besar gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan berbicara.
e. Kelenjar liur (Glandula Salivarius)
Terjadi degenerasi kelenjar liur, yang mengakibatkan sekresi dan viskositas saliva menurun.
f. Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo Mandibularis)
Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah terjadi pada usia 30-50 tahun. Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi. Dengan manifestasi adanya TM joint sound, melemahnya otot-otot mengunyah sendi, sehingga sukar membuka mulut secara lebar.
g. Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare)
1. Terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada rahang tanpa gigi atau setelah pencabutan.
2. Lambung (Ventriculus)
Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar dan ini menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan berkurang. Proses pengubahan protein men¬jadi pepton terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang rasa lapar juga berkurang. Absobsi kobalamin menurun sehingga konsentrasi kobalamin lebih rendah.
3. Usus halus (Intestinum Tenue)
Mukosa usus halus mengalami atrofi, sehingga luas permukaan berkurang jumlah vili berkurang yang menyebebabkan penu¬run¬an proses absorbsi. Di daerah duodenum enzim yang di¬hasil¬kan oleh pancreas dan empedu menurun, sehingga meta¬bolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan seperti ini menyebabkan gangguan yang disebut sebagai maldigesti dan mal absorbsi.
4. Pankreas (Pancreas)
Produksi ensim amylase, tripsin dan lipase menurun sehingga kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubung¬kan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula vateri menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas oleh ensim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/atau asam empedu.
5. Hati (Hepar)
Ukuran hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun pada usia kurang dari 40 tahun 740 ml/menit, pada usia diatas 70 tahun menjadi 595 ml/menit.
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konyugasi, bilirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous sehingga menyebabkan penurunan fungsi hati. Hal ini harus di ingat terutama dalam pemberian obat-obatan.
6. Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum)
Pada colon pembuluh darah menjadi ber kelok-kelok yang menyebabkan motilitas colon menurun, berakibat absobsi air dan elektrolit meningkat sehingga faeses menjadi lebih keras sering terjadi konstipasi.

Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
• Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
• Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
• Esofagus melebar.
• Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
• Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
• Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.


PENUTUP
Kesimpulan :
Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
• Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
• Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
• Esofagus melebar.
• Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
• Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
• Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.


DAFTAR PUSTAKA
1. Syaifuddin, Drs. H. (2006). ANATOMI FISIOLOGI UNTUK MAHASISWA KEPERAWATAN. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Long, C. Barbara. (1996). PERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Penerbit Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung.

Tidak ada komentar: