Kamis, 16 Februari 2012

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS

A. Konsep Medis 1. Pengertian Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001) Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati (Doenges, dkk, 2000, hal: 544). 2. Etiologi Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati : 1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut. 3. Patofisiologi Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih. 4. Manifestasi Klinis Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten. Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. 5. Penatalaksanaan a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam. b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan. c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik. d. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa. e. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol. Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah : a. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang. b. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan. c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan. d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik. 6. Pemeriksaan Penunjang dan Komplikasi a. Pemeriksaan Penunjang  Urine : Bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif  Feses : Ada perdarahan maka test benzidin positif  Darah : Dapat timbul anemia, hpoalbumin, hiponatrium  Test faal hati b. Komplikasi Bila penyakit sirosis berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis, dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi : 1. Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema Palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati dan lain-lain. 2. Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena, esophagus/cardia, caput medusa, hemoroid, vena koleteral dinding perut. Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa  Asites  Ensefalopati  Peritonitis bacterial spontan  Sindrom hepatorenal  Transformasi kearah kanker hati primer (hepatona) B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus dicatat adalah riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anestesi umum dicatat dan dilaporkan. Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani. Di samping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder akibat meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan berat badan perlu diperhatikan. Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada sirosis dikaji melalui penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan antropometrik dan pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Yang Mungkin Muncul adalah : 1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Kriteria hasil : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal (36ยบ - 37 C). Intervensi :  Catat suhu tubuh secara teratur. Rasional : Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.  Motivasi asupan cairan. Rasional : Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.  Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh. Rasional : Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.  Berikan antibiotik seperti yang diresepkan. Rasional : Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk mengatasi infeksi.  Hindari kontak dengan infeksi. Rasional : Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh, serta laju metabolik.  Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi. Rasional : Mengurangi laju metabolik. 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Kriteria hasil : Volume cairan tubuh stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tidak ada edema atau asites. Intervensi :  Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan. Rasional : Meminimalkan pembentukan asites dan edema.  Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang dipreskripsikan. Rasional : Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.  Catat asupan dan haluaran cairan. Rasional : Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.  Ukur dan catat lingkar perut setiap hari. Rasional : Memantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan.  Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan. Rasional : Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan. 3. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. Kriteria hasil : Laporan nyeri hilang atau terkontrol. Intervensi :  Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 - 10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan). Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.  Pertahankan posisi semi - Fowler sesuai indikasi. Rasional : Membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.  Berikan analgesik seperti yang diresepkan.m Rasional : Menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.  Berikan antiemetik seperti yang diresepkan. Rasional : Menurunkan mual atau muntah, yang dapat meningkatkan nyeri abdomen.  Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi. Rasional : Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.  Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkungan yang tidak menyenangkan. Rasional : Menurunkan mual atau muntah, yang dapat meningkatkan tekanan atau nyeri intraabdomen. 4. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal. Kriteria hasil : Peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai status nutrisi baik. Intervensi :  Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan. Rasional : Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal.  Tawarkan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering. Rasional : Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia.  Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya. Rasional : Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.  Pantang alkohol. Rasional : Menghindari iritasi lambung oleh alkohol.  Pelihara hygiene oral sebelum makan. Rasional : Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.  Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi. Rasional : Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan.  Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konstipasi. Rasional : Meningkatkan pola defekasi yang normal dan mengurangi rasa tidak enak serta distensi pada abdomen.  Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal. Rasional : Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius. 5. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi. Kriteria hasil : Pengurangan resiko cedera. Intervensi :  Amati setiap feses yang di eksresikan untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya. Rasional : Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal.  Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan. Rasional : Dapat menunjukkan tanda - tanda dini perdarahan dan syok.  Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi. Rasional : Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya perdarahan. 6. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen. Kriteria hasil : Mempertahankan pola napas yang efektif bebas dispnea dan sianosis dengan nilai kapasitas vital dalam rentang normal. Intervensi :  Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan. Rasional : Pernapasan dangkal cepat (dispnea) mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan akumulasi cairan dalam abdomen.  Auskultasi bunyi napas, catat mengi, ronki. Rasional : Menunjukkan terjadinya komplikasi.  Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring. Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.  Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan warna atau karakter sputum. Rasional : Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.  Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.  Rasional : Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerjasama dalam menjalani prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman. 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Kriteria hasil : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas. Intervensi :  Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP). Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.  Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K). Rasional : Memberikan nutrien tambahan.  Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat. Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.  Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri. 8. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik. Kriteria hasil : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada. Intervensi :  Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah. Jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit. Rasional : Pasien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol (80 %) atau penggunaan obat lain.  Dukung dan dorong pasien; berikan perawatan dengan positif, perilaku bersahabat. Rasional : Pemberi perawatan kadang - kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan untuk membuat upaya yang membantu pasien merasakan nilai pribadi.  Dorong keluarga atau orang terdekat untuk menyatakan perasaan, berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan. Rasional : Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi pasien dan takut terhadap kematian. Kebutuhan dukungan emosi tanpa penilaian dan bebas mendekati pasien, partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara staf, pasien dan orang terdekat. DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta. http://majalahkesehatan.com/penyebab-gejala-dan-penanganan-sirosis-hati. Diakses pada hari senin tgl 14/02/2012, jam 21 : 30 wita.

Tidak ada komentar: